Ekspor komoditas perkebunan dan kehutanan di Indonesia masih minim. Penyebabnya, banyak negara-negara yang memberlakukan standar mutu dan tarif yang sangat tinggi. Untuk itu sektor perkebunan dan kehutanan perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
"Semisal komoditas sawit, tarif yang diberlakukan masih sangat tinggi. China tarifnya mencapai 9%, Amerika Latin mencapai lebih dari 6%. Bahkan di beberapa negara Asia ada menerapkan sekitar 11%. Padahal potensi sawit untuk mengisi kebutuhan minyak nabati dunia cukup tinggi," kata Direktur Kerja Sama APEC dan Organisasi Internasional lainnya, Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Deny W Kusuma di Surabaya, Senin (15/4/13)
Saat ini, lahan sawit di seluruh dunia mencapai sekitar 4,7 juta hektar. Dari luas lahan yang ada, produksinya mencapai 38 juta ton/tahun. Indonesia merupakan penghasil sawit terbesar dunia.
Kompetitor terdekatnya, misalnya jagung lahannya diseluruh dunia sudah diatas 4,7 juta hektar. Bahkan gandum lahannya mendekati 20 juta hektar, dengan produksinya masih belasan juta ton/tahun.
"Memang disini kami melihat ada semacam ketakutan negara-negara penghasil komoditas kompetitor sawit terdekat. Seperti jagung, kedelai, gandum, tebu dan jarak yang didominasi oleh negara-negara maju seperti Amerika, Eropa, Brazil dan Kanada. Tidak mengherankan jika selama ini sawit berupaya disisihkan dan dihancurkan lewat isu Lingkungan," ujarnya.
Deny menambahkan, forum Second Senior Officials Meeting II Asia-Pasific Economic Cooperation (SOM II APEC) 2013 adalah peluang untuk memasukkan isu tersebut untuk melengkapi dalam kebijakan yang akan diambil oleh negara anggota APEC. Namun, mengubah cara pandang butuh waktu, dan Indonesia akan terus berjualan. "Kami sedang merencanakan untuk membuat proposal yang cukup bagus agar bisa diterima oleh anggota APEC," tegasnya.(win8)
"Semisal komoditas sawit, tarif yang diberlakukan masih sangat tinggi. China tarifnya mencapai 9%, Amerika Latin mencapai lebih dari 6%. Bahkan di beberapa negara Asia ada menerapkan sekitar 11%. Padahal potensi sawit untuk mengisi kebutuhan minyak nabati dunia cukup tinggi," kata Direktur Kerja Sama APEC dan Organisasi Internasional lainnya, Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Deny W Kusuma di Surabaya, Senin (15/4/13)
Saat ini, lahan sawit di seluruh dunia mencapai sekitar 4,7 juta hektar. Dari luas lahan yang ada, produksinya mencapai 38 juta ton/tahun. Indonesia merupakan penghasil sawit terbesar dunia.
Kompetitor terdekatnya, misalnya jagung lahannya diseluruh dunia sudah diatas 4,7 juta hektar. Bahkan gandum lahannya mendekati 20 juta hektar, dengan produksinya masih belasan juta ton/tahun.
"Memang disini kami melihat ada semacam ketakutan negara-negara penghasil komoditas kompetitor sawit terdekat. Seperti jagung, kedelai, gandum, tebu dan jarak yang didominasi oleh negara-negara maju seperti Amerika, Eropa, Brazil dan Kanada. Tidak mengherankan jika selama ini sawit berupaya disisihkan dan dihancurkan lewat isu Lingkungan," ujarnya.
Deny menambahkan, forum Second Senior Officials Meeting II Asia-Pasific Economic Cooperation (SOM II APEC) 2013 adalah peluang untuk memasukkan isu tersebut untuk melengkapi dalam kebijakan yang akan diambil oleh negara anggota APEC. Namun, mengubah cara pandang butuh waktu, dan Indonesia akan terus berjualan. "Kami sedang merencanakan untuk membuat proposal yang cukup bagus agar bisa diterima oleh anggota APEC," tegasnya.(win8)